Bergesernya perspektif media mainstream menjadi trilogy new media seperti media sosial, search engine (mesin pencari) seperti Google, dan e-commerce menjadikan Facebook, Twitter, Instagram, Youtube dan media sosial lain agar dibuatkan regulasi sebagai satu subyek hukum untuk memastikan tidak tersebarnya informasi yang dapat memfasilitasi dan merusak tatanan ruang publik. Hal ini disampaikan oleh praktisi media yang juga wartawan senior Agus Sudibyo dalam pemaparannya di Konvensi Nasional Media Massa dengan tema "Hoax, Literasi Media dan Demokrasi" di, Padang, Sumatera Barat, Kamis (08/01/2018).
Terkait hoax, Agus menilai ada tiga pihak yang berkaitan dengan penyebaran hoax. Pertama yaitu orang yang menyebarkan lewat media sosial, kedua adalah perusahaan media sosial yang memfasilitasi penyebaran hoax itu, dan ketiga yaitu korban dari hoax itu sendiri.
Berita hoax sebenarnya dapat memberikan keuntungan sepihak kepada suatu perusahaan/perseorangan. Misalnya, perusahaan media sosial akan diuntungkan ketika hoax yang kontroversial berhasil memancing banyak sekali pengguna internet untuk terlibat. Hal itu kemudian berpengaruh terhadap kenaikan harga saham perusahaan medsos terkait. Maka dari itu, perlu adanya kebijaksanaan dalam menggunakan medsos sehingga tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain dan yang paling penting tidak berurusan dengan pelanggaran hukum atau undang-undang ITE.
Di sisi lain dalam kesempatan yang sama, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menekankan pentingnya literasi media untuk menangkal hoax. Diperlukan pengembangan pemahaman terhadap isi media serta kesadaran akan pengaruh media terhadap individu seperti yang dikutip di situs http://kominfo.jatimprov.go.id/. (DW)
Komentar (0)
Belum ada komentar
Tulis Disini