MUKARIM, PEJUANG SABUK HIJAU DARI PENUNGGUL NGULING YANG TAK PERNAH BERHENTI BERJUANG - DISKOMINFO Kabupaten Pasuruan

MUKARIM, PEJUANG SABUK HIJAU DARI PENUNGGUL NGULING YANG TAK PERNAH BERHENTI BERJUANG

327x dibaca    2017-04-04 17:27:58    Administrator

395cd774a94b8ddc82c12331d9fb432c.jpg

Kecintaannya terhadap lingkungan membuat pria berusia 70 tahun ini terus berjuang melestarikan hutan mangrove yang ia tanam di sepanjang kawasan Desa Penunggul Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan. Tidak hanya menyelamatkan pemukiman warga dari terjangan ombak laut saja, melainkan sekaligus menciptakan sumber kehidupan baru bagi semua ekosistem di lingkungan sekitarnya.     

Berawal dari keinginan untuk menyelamatkan pemukiman warga di Desa Penunggul Kecamatan Nguling, siapa sangka jika jerih payahnya selama menanam mangrove selama lebih kurang 31 tahun silam lalu menjelma menjadi kawasan konservasi pantai. Lebih dari sekedar melindungi pemukiman warga pesisir dari abrasi dengan beragam manfaat hutan bakau yang berfungsi sebagai penyangga alam.

Adalah Mukarim, sosok dibalik terciptanya sabuk hijau (green belt) seluas 175 hektar yang melingkar di sepanjang bibir pantai Desa Penunggul. Bibit mangrove yang ditanamnya sejak tahun 1986 telah merubah kawasan yang sebelumnya gersang menjadi zona hijau. Siapa sangka, biji bakau yang diperolehnya penuh perjuangan dengan kayuhan sampannya menuju pantai Probolinggo tersebut kini tumbuh menjadi barisan akar tinjang kokoh berhias dedaunan rimbun.               

“Awalnya gersang, tidak ada satu pohon-pun satu desa ini. Sekarang, lautpun tidak kelihatan,  rimbun tertutup daun mangrove. Tahun 1986 saya mulai menanam mulai di ujung perbatasan Probolinggo-Pasuruan yang dibatasi sungai Lawean sampai di Penunggul. Modalnya waktu itu ya hanya mengandalkan bibit yang saya ambil sepulang dari melaut, berjarak sekitar 15 kilo dari rumah”, jelasnya waktu ditemui Bidang Data dan Informasi Publik, Dinas Kominfo Kabupaten Pasuruan.  

Hal yang membuatnya tidak bosan menanam bibit mangrove waktu itu adalah nilai manfaat yang diperoleh masyarakat. Selain pemukiman warga terbebas dari ancaman abrasi laut, mereka juga diuntungkan dengan bertambahnya biota laut sebagai dampak dari terpeliharanya ekosistem mangrove. Sehingga praktis, sejak itu banyak nelayan yang datang ke Desa Penunggul untuk mencari ikan, kepiting dan kupang. Tidak hanya berasal dari Kabupaten Pasuruan saja, tetapi juga dari Kabupaten Probolinggo.        

“Saya merasa terdorong terus menanam karena kehidupan masyarakat makin bagus. Dalam waktu  3-4 tahunan, saya sudah menanam mangrove di areal sekitar 20 hektar. Disamping mengatasi abrasi, akar mangrove juga tempat berkembangbiaknya kepiting, ikan, kupang dan biota laut lainnya. Karena kan planton berkumpulnya di habitat dasar yang masih utuh. Maka tidak heran kalau banyak nelayan yang mencari kepiting dan kupang ke sini, terutama waktu air surut. Mereka dari 5 Kecamatan, Lumbang, Kraton bahkan dari Kecamatan Lekok Sukapura Kabupaten Probolinggo”, urai pria ramah ini dengan penuh semangat.

Di sisi lain, mangrove juga dapat dimanfaatkan menjadi makanan dan minuman. Jika buahnya yang masak diolah menjadi sirup, maka ekstraknya dapat diolah menjadi kripik dan makanan ringan lainnya. Semua potensi tersebut tak luput dari perhatian warga sekitar. Mereka kemudian menjadikannya sebagai produk bernilai jual tinggi yang dipromosikan melalui beragam event pameran, baik di Jawa Timur maupun di luar pulau.       

Menurutnya, apa yang diharapkan dari upayanya menghijaukan bibir pantai dengan ribuan mangrove telah tercapai. Tetapi baginya, perjuangan belum usai. Kata pria penerima penghargaan Kalpataru dan beragam penghargaan lainnya di bidang lingkungan hidup tersebut, selama masih diberi kesehatan dan umur panjang, ia akan terus concern menjaga kelestarian alam melalui berbagai cara. Tidak terkecuali dengan membagikan pengalamannya ke sesama. Tidak hanya  seantero negeri, melainkan juga sampai mancanegara.

Maka tidak mengherankan jika sampai saat ini ia seringkali menerima kunjungan dari berbagai negara, seperti Australia, Jepang, Belanda, Brunei Darusalam, Arab Saudi, Timor Leste, Malaysia, Singapura, Jerman dan Turki. Semuanya ingin belajar sekaligus melakukan penelitian tentang hutan mangrove, mulai dari mengambil sampel air, lumpur, akar, daun, buah bahkan sampai akarnya untuk dikembangkan di negara masing-masing.

Di akhir perbincangan, Mukarim menyiratkan bahwa apa yang dilakukannya selama ini tidak terlepas dari rasa cintanya kepada lingkungan dan sesama. Mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat adalah pilihan yang tak bisa ditolaknya. Baginya, dengan mewariskan alam lestari untuk anak cucunya kelak adalah kebahagiaan tak terperi yang tak dapat tergantikan dengan materi. (Eka Maria)     

Komentar (0)

  1. Belum ada komentar


Tulis Disini